Minggu, 29 Juni 2008

APEM ANALISIS PURBALINGGA

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam. Negara Indonesia mempunyai sumber daya alam yang merimpah ruah, mulai dari Kepulauan Sumatera yang notabene kaya akan aspal, minyak bumi, timah dan sebagainya. Begitupun dengan wilayah ujung Timur Indonesia yang notabene menjadi sumber kekayaan negara lain yaitu emas. Papua lebih tepatnya memiliki sumber emas (gunung emas) terbanyak di seantero bumi ini. Sumber daya alam tersebut seharusnya menjadi sebuah senjata yang ampuh untuk menjadikan negara Indonesia menjadi jauh lebih maju dari sekarang. Negara yang maju dengan kesejahteraan rakyat yang diutamakan seperti yang sesuai dengan pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia.
Tidaklah salah jika semua sumberdaya alam (eksplorasi) yang melimpah ruah tersebut dimanfatkan negara untuk pembangunan. Sumberdaya alam tersebut jika dijadikan sebagai modal dasar pembangunan akan lebih berdaya guna dan pastilah akan berhasil guna. Pembangunan seperti itu membutuhkan peran serta administrasi pembangunan dalam menjadikan pembangunan akan lebih berhasil dan pastinya tepat pada sasaran. Adminsitrasi pembangunan dibutuhkan karena adanya kebutuhan di negara – negara yang sedang membangun untuk mengembangkan lembaga – lembaga dan pranata – pranata sosial, politik, dan ekonominya, agar pembangunan dapat berhasil (Kartasasmita,1998). Dengan demikian adminsitrasi pembangunan dibutuhkan untuk mengembangkan lembaga-lembaga agar pembangunan di Indonesia dapat berhasil.
Salah satu strategi yang dapat dilakukan oleh adminsitrasi pembangunan untuk dapat menjadikan Indonesia membangun dalam segi positif adalah sebuah konsep bernama privatisasi. Privatisasi dibutuhkan terutama untuk negara-negara yang belum dapat mengelola lembaga pembangunannya menjadi baik. Privatisasi menurut Savas (Privatization, The Key to Better Government,1987) memberikan definisi privatisasi sebagai tindakan mengurangi peran pemerintah atau meningkatkan peran swasta, khususnya dalam aktivitas yang menyangkut kepemilikan atas aset-aset. Definisi ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Butler (1991), yaitu bahwa privatisasi adalah pergantian fungsi dari sektor publik menuju sektor swasta, baik secara keseluruhan maupun sebagian.
Sebagai sebuah konsep, privatisasi sebenarnya adalah upaya dari pemerintah untuk dapat memberikan efisiensi lembaganya untuk mengelola pembangunan. Privatisasipun telah dilakukan di negara ini, Indonesia. Indonesia mengembangkan konsep privatisasi atas dasar ketidakefisienan lembaga usaha milik negara. privatisasi BUMN pada dasarnya didorong dua motivasi. Pertama, keinginan menaikkan efisiensi karena buruknya kinerja sebagian BUMN, dan Kedua, secara empiris dapat dibuktikan, privatisasi BUMN bisa dimaksudkan untuk membantu anggaran pemerintah dari tekanan defisit (Prasetyiono,2005).
Privatisasi sebetulnya merupakan konsep yang telah lama terjadi di dunia ini, di awali dengan pemikiran Perdana Menteri Inggris, Margaret Teacher tahun 1979, mereka menggunakan hasil privatisasi BUMN top (British Airways, British Telecom, dan British Gas) untuk mengatasi krisis fiskal atau defisit anggaran (Iekenberry, 1990). Contoh lain privatisasi adalah apa yang dilakukan oleh Australia Perdana Menteri John Howard getol ingin segera menjual 51 sahamnya di Telstra karena hasilnya diperkirakan mencapai 30 miliar dollar Australia (setara Rp 230 triliun). Howard berencana mengalokasikan dana ini untuk membangun berbagai fasilitas umum. Ini sebenarnya merupakan bentuk lain dari upaya untuk membantu anggaran pemerintah federal Australia, yang dalam kasus Indonesia bersifat lebih spesifik berupa defisit anggaran (lop.cit: 2).
Kini, pemerintahan Indonesia pun melakukan hal yang serupa yaitu privatisasi badan usaha milik negara (BUMN) dengan dalih untuk efisiensi lembaga negara yang berujung pada keinginan untuk pembangunan yang berhasil.

B. Perumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang di atas, perumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
Bagaimanakah implementasi privatisasi BUMN di Indonesia dalam kaitannya dengan keberhasilan pembangunan?


C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan penulisan.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah impelmentasi privatisasi BUMN di Indonesia dalam kaitannya dengan keberhasilan Pembangunan?
2. Manfaat Penulisan.
Manfaat yang dapat diperoleh ari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
Manfaat yang diperoleh adalah adanya khasanah ilmu baru untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang telah ada, dapat pulan dijadikan sebuah referensi informasi dalam kaitannya dengan imu adminsitrasi pembangunan.
b. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang dapat diambil adalah sebagai bahan masukan bagi penyelenggara negara untuk memikirkan masak-masak keputusan yang akan diambil.

















BAB II
PEMBAHASAN



A. Kondisi BUMN di Indonesia
(oleh: Setyanto P. Santosa tahun 2007)
Kondisi BUMN yang karena menghadapi masalah keterbatasan dana internal, menjadi sangat bergantung kepada dana luar negeri. Sementara itu, untuk memperoleh dana luar negeri, BUMN harus menempuh prosedur rumit dan biaya yang tinggi. Akibatnya investasi sarana dan prasarana produksi barang dan jasa menjadi sangat terbatas, sehingga produktivitas,pendapatan, dan kualitas produk yang dihasilkan BUMN tersebut menjadi rendah.Hal ini menyebabkan BUMN tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumen atau bersaing di pasar. Arus kas (cash flow) yang dimiliki dan laba yang dihasilkan pun sangat kecil, bahkan terkadang negatif. Di lain pihak, keterbatasan investasi untuk mengganti peralatan yang aus dan tidak produktif mengakibatkan beban hutang dan biaya modal semakin tinggi. Kondisi ini diperburuk dengan inefisiensi pengoperasian perangkat usaha yang telah berusia tua tersebut.Pro-Konta Privatisasi Implementasi Privatisasi BUMN di Indonesia.
Berbagai permasalahan yang dihadapi BUMN menjadi makin berat dengan adanya berbagai permasalahan eksternal seperti: (1) lemahnya nilai tukar mata uang rupiah; (2) tingkat inflasi yang tinggi; (3) neraca perdagangan yang tidak seimbang; (4) resiko politik; (5) peraturan yang tidak stabil; dan (6) kurangnya tekanan untuk melakukan kegiatan secara lebih efisien atau meningkatkan kemampuan teknologi. Kesemuanya itu menjadikan permasalahan BUMN ibarat lingkaran yang tidak berujung pangkal (viciousfunding cycle).
Sesungguhnya pemerintah Indonesia sejak awal orde baru telah menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terdiri dari dekonsentrasi, debirokrasi, dan desentralisasi. Prinsip-prinsip pengelolaan BUMN tersebut diatur melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1969 tentang Bentuk Badan Usaha Negara menjadi Undang- Undang.
Pasca Reformasi, pengelolaan BUMN diatur dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 mengenai: (1) penataan BUMN secara efisien, transparan dan profesional; (2) penyehatan BUMN yang berkaitan dengan kepentingan umum; dan (3) mendorong BUMN yang tidak berkaitan dengan kepentingan umum untuk melakukan privatisasi di pasar modal. Untuk melaksanakan TAP MPR tersebut, diterbitkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, yang peraturan pelaksanaannya diatur melalui Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan Keputusan Menteri.
Meskipun peraturan perundangan yang diterbitkan oleh pemerintah bertujuan untuk menciptakan iklim usaha yang sehat, baik bagi badan usaha milik pemerintah maupun swasta, namun dalam prakteknya, BUMN banyak mendapatkan peluang untuk monopoli. Monopoli yang diberikan kepada BUMN, menjadikan BUMN yang bersangkutan tidak memiliki daya saing global. Padahal, globalisasi dan pasar bebas menantang manajemen BUMN untuk melakukan beberapa kebijakan stratejik dalam rangka menciptakan efisiensi operasi perusahaan.
Upaya-upaya yang dilakukan diantaranya meliputi restrukturisasa usaha, pengurangan jumlah karyawan, sistem pengendalian manajemen, dan beberapa kebijakan stratejik lainnya. Salah satu alternatif untuk menciptakan efisiensi dan menumbuhkan daya saing perusahaan adalah dengan melakukan penjualan sebagian kepemilikan atau pengalihan kendali perusahaan kepada pihak swasta melalui privatisasi.
Salah satu manfaat nyata yang bisa dihasilkan dari privatisasi adalah terlaksananya prinsip-prinsip tata kelola usaha yang baik (good corporate governance), yang meliputi transparansi, kemandirian, dan akuntabilitas. Prinsip- prinsip tersebut merupakan prakondisi untuk meningkatkan kinerja badan usaha dan merupakan kunci keberhasilan menciptakan lingkungan bisnis yang sehat. Melalui penerapan prinsip-prinsip good corporate governance dalam pengelolaan badan usaha, diharapkan semua pihak akan memiliki acuan yang sama dalam pengelolaan usaha.
Memasuki era globalisasi, beberapa BUMN yang telah melakukan perbaikan manajemen, khususnya efisiensi operasi, mampu menghadapipersaingan pasar. Langkah perbaikan yang dilakukan meliputi restrukturisasiusaha, pengurangan jumlah karyawan, penerapan sistem pengendalian manajemen, dan kebijakan strategis lainnya. Adapun BUMN yang tidak melakukan perbaikan manajemen, menghadapi berbagai kesulitan, terutama finansial. Sebagian BUMN mengalami kekurangan likuiditas bahkan untukmenjalankan kegiatan rutin merekapun menghadapi permasalahan ini.
Guna mengatasi permasalahan yang dihadapi, sekaligus memperluas skala usaha agar mencapai skala ekonomis, maka langkah yang ditempuh sebagian besar BUMN yang berkinerja buruk adalah meningkatkan hutang perusahaan. Dapat diduga bahwa dengan tetap menjalani operasi dengan biaya tinggi, dan dalam beberapa kasus diperburuk dengan intervensi pemerintah yang berlebihan, maka kinerja BUMN tidak mengalami perbaikan.
Oleh karena itu diperlukan berbagai langkah alternatif untuk mempercepat proses penyehatan BUMN terutama melalui penciptaan nilai (value creation) perusahaan. Hal tersebut dapat dilakukan melalui: (1) restrukturisasi usaha, keuangan, manajemen, dan organisasi; (2) merger dan akuisisi; (3) kerjasama antar badan usaha; (4) likuidasi, divestasi, dan privatisasi; serta (5) spin-off atau pemisahan kegiatan perusahaan yang bersifat non-core competence dan non-performance businesses.

B. Privatisasi : Pro dan Kontra
Privatisasi menurut Savas (Privatization, The Key to Better Government,1987) memberikan definisi privatisasi sebagai tindakan mengurangi peran pemerintah atau meningkatkan peran swasta, khususnya dalam aktivitas yang menyangkut kepemilikan atas aset-aset. Definisi ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Butler (1991), yaitu bahwa privatisasi adalah pergantian fungsi dari sektor publik menuju sektor swasta, baik secara keseluruhan maupun sebagian. Definisi ini dapat dijadikan tolak ukur yang pro terhadap privatisasi.
Kalangan yang pro bisa jadi menganggap bahwa privatisasi akan mengahasilkan buah manis bagi pemerintah yang menerapkannya. Namun berbeda kalangan, berbeda pula pemikirannya kalangan yang kontra menganggap bahwa privatisasi (Ahmad,2007) adalah pengubahan status kepemilikan pabrik-pabrik, badan-badan  usaha, dan perusahaan-perusahaan, dari kepemilikan negara atau kepemilikan umum menjadi kepemilikan  individu. Privatisasi merupakan salah satu ide dalam ideologi Kapitalisme, yang menetapkan peran negara di bidang ekonomi hanya pada aspek pengawasan pelaku  ekonomi dan  penegakan  hukum. Di sana kalangan yang kontra kepada privatisasi menganggap bahwa yang seharusnya menjadi milik semua kalangan (umum) digantikan oleh kepentingan pribadi.
Beberapa hal yang menjadi tolak ukur kalangan kontra tentang bahaya privatisasi antara lain, 1) Tersentralisasinya aset pada segelintir individu atau perusahaan besar, 2) Menjerumuskan negara-negara ke dalam cengkeraman imperialisme ekonomi, 3) Menambah pengangguran akibat PHK, dan memperbanyak kemiskinan akibat pengurangan gaji pegawai, 4) Negara akan kehilangan sumber-sumber pendapatannya, 5) Membebani  konsumen dengan harga-harga yang melambung akibat pajak tinggi atas perusahaan terprivatisasi, 6) Menghambur-hamburkan kekayaan negara pada sektor non-produktif, 7) Menghalangi rakyat untuk memanfaatkan aset kepemilikan umum.
Kalangan kontra mungkin benar ataupun salah yang pasti privatisasi akan dilanjutkan karena kita sekarang telah lihat bahwa banyak sekali BUMN yang diprivatisasi. Sebagai contoh adalah Krakatau Steel sebagai industri baja terbesar Indonesia (Okezone.com, 4 Juni 2008).

C. Implementasi Privatisasi di Indonesia
Privatisasi mungkin dapat berarti ganda bagi Indonesia. Momok atau sebuah prestasi. Entah angin apa yang sampai memperkuat bahwa privatisasi harus dijalankan dan terus dilakukan. Privatisasi yang jelas telah mengubah sistem adminsitrsi pembangunan di negeri ini. Sistem yang seharusnya dibentuk oleh pemerintah kemudian diserahkan kepada pihak asing. Sistem lembaga yang ada tidak dapat kita jadikan patokan berhasil.
Dalam segi keefisienan sebuah lembaga mungkin dapat dikatakan berhasil karena telah memberikan kontribusi yang baik bagi lembaga BUMN, namun sebagai sebuah bahaya, privatisasi cenderung akan mengakibatkan kelemahan-kelemahan dikemudian hari. Hal tersebut mengingat adanya pengalihan asset dari pemilika umum kepada pemilikan pribadi. Bagaimana dengan proses pembangunan? Penulis katakan bahwa privatisasi cenderng akan mengganggu pembangunan di negara ini. Pembangunan yang seharusnya lebih ditekankan kepada kepentingan masyarakat dapat rusak oleh prinsif kapitalisme yaitu keuntungan pribadi atau kepentingan segelintir orang. Amanat UUD 1945 Pasal 33 yang menyebutkan bahwa sumber daya yang dimiliki oleh negara digunakan semuanya untuk keprntingan masyarakat akn ternoda.
Bisa jadi bahwa dikemudian hari kita akan mendapati bahwa harga air akan jauh lebih mahal dari sekrang yang masih dikelola oleh pemerintah. Apakah demi sebuah efisiensi dan modernisasi, pembangunan di negara ini akan dikendalikan oleh pasar? Oleh hanya sebagian orang. Lalu sebagian orang yang lain akan seperti apa?
Implementasi privatisasi di Indonesia memang telah berjalan dari tahun 1998, perusahaan-perusahaan milik pemerintah dikelola oleh swasta. Seperti Pertamina, Krakatau Steel, dan masih banyak lagi yang akan di pindah tangankan. Kondisi demikian menyulut banyak orang untuk protes dan tidak setuju, termasuk penulis pribadi. Hal tersebut dikarenakan prinsif dari privatisasi adalah efisiensi perusahaan yang terlalu berlebihan. Hal tersebut berdampak pada perampingan perusahaan dan akibatnya adalah adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan oleh BUMN sangat banyak jumlahnya. Akan dikemanakan orang-orang ini? Di buang percuma kah?
Implementasi privatisasipun berdampak besar bagi negara yaitu kerugian yang sangat besar. Penjualan saham Indosat ke Singapura merugikan sangat besar dana negara. Contoh lainnya adalah penjualan Saham semen Gresik ke Cemex Mexico. Kasus penjualan 14 persen saham grup Semen Gresik kepada Cemex (Meksiko), September 1998. Kedua, kasus penjualan 42 persen saham Indosat kepada STT (Singapore Telecom and Telemedia) Desember 2002 (Prasetiantono, 2005). Kontroversi yang terjadi adalah pada semen Gresik pada harga yang tidak fair (terlalu murah) dalam denominasi dollar AS. Hal itu terjadi saat rupiah sedang di level terlalu rendah (undervalued). Pada kasus kedua, kontroversi lebih disebabkan ketidakrelaan menjual industri strategis kepada investor asing. Semangat nationalist sentiment ini kuat mewarnai penolakan masyarakat atas penjualan saham Semen Padang dalam satu paket grup Semen Gresik kepada Cemex.
Jika memang demikian, kemana pembangunan Indonesia akn dijalankan? Menurut sistem ekonomi Pancasilakah, atau ke sistem ekonomi pasar? Hal yang paling jelas adalah implementasi privatisasi dapat dikatakan tidak benar dan harus adanya peran pemerintah dalam mengatur hal tersebut agar tidak keluar dari jalur yang telah ditetapkan. Di sini ilmu administrasi pembangunan tidak dijalankan sesuai dengan apa yang dikehendaki dan tidak dijalankan seuai dengan apa yang seharusnya dilakukan pemerintah.
































BAB III
PENUTUP



A. Kesimpulan
Kesimpulan yang di dapat dari makalah ini adalah Privatisasi dalam tubuh BUMN ternyata tidak hanya berdampak positif bagi bangsa Indonesia yaitu terjadinya efisiensi perisahaan negara namun juga berdampak buruk pada pembangunan. Salah satu poin pentingnya adalah akan terjadi PHK yang besar berhubungan dengan kegiatan privatisasi.
kedua adalah adanya kerugian negara yang berdampak pada kemakmuran masyarakat. Pembangunan jangan sampai menyelengsarakan masyarakat tetapi harus bermanfaat bagi masyarakat secara luas. Peran pemerintah dalam kegiatan privatisasi harus lebih ditekankan karena masyarakat akan tergantung pada regulasi pemerintah.
Adminsitrasi pembangunan di sini tidak diterapkan secara jauh lebih bijak karena administrasi pembangunan dinilai salah langkah dalam mengambil keputusan ini
B. Rekomendasi
Rekomendasi yang dapat diberikan adalah walaupun sekarang telah diimplementasikan privatisasi BUMN, namun alangkah lebih baiknya kita mendaur ulang kembali keputusan yang telah ditetapkan. Jika toh tetap dilakukan, peran pemerintah dalam regulasi an pengawsan privatisasi harus gencar dilakukan.










DAFTAR PUSTAKA

Santosa, P. Setyanto.2007. Privatisasi : Penerapan Nasionalisme Pengelolaan BUMN. setyanto@pacific.net.id


________________. 1998. Qua Vadis Privatisasi BUMN.
Prasetiantono, Tony. 2005. Kebimbangan Privatisasi BUMN. www.pse-kp.ugm.ac.id


Kartasasmita, Ginanjar. 1998. Adminsitrasi Pembangunan.

Jibraan, Ahmad. 2007. Privatisasi: Fakta dan Bahayanya. www.gaulislam.com

Supratikno, Hendrawan. 2008. Privatisasi Krakatau Steel. www.okezone.com

Tidak ada komentar: