Rabu, 02 April 2008

Ketika Pengawas Tak Lagi Keras

Ketika Pengawas Tak Lagi Keras
( Tragedi Pencoreng Jiwa Jaksa Agung Penjaga Negeri )
Oleh: Didi Rasdi

Sungguh sebuah ironi memang ketika sesuatu yang kita percaya tak lagi dapat dipercaya. Mungkin tak ada lagi kebenaran yang akan kita perjuangkan, karena lembaga peradilan telah buta oleh sebuah masakan. Hal yang sungguh tidak dapat kita mengerti namun terjadi kini. Seseorang yang kita percaya untuk bertindak malah bertindak kearah negative, sebuah kezhaliman. Dimana kini sebuah perjuangan diperjuangkan? Hanya kekecewaan.

Pagi tadi (3/3/08) sebuah cerita beredar. Dan sangat mengganggu bagi kita semua sebagai warga masyarakat yang tentunya tahu akan hukum. Tapi saya kira orang yang tidak tahu hukum pun akan sinis mendengar berita yang begitu mengagetkan tersebut. Berita ditangkapnya ketua penyidik dana Bantuan Liquiditas Bank Indonesia (BLBI) Urip Tri Gunawan di Jakarta. Sesuatu yang agaknya kurang pas untuk untuk di dengar dan dirasakan. Apalagi Beliau yang notabene adalah jaksa agung yang diberikan sebuah tanggung jawab yang sangat besar.

Padahal akhir-akhir ini marak diberbagai media bahwa aliran dana BLBI harus segera diselesaikan agar negara tidak menanggung kesalahan tersebut. Uang yang dipakai kan juga uang rakyat. Jaksa agung Urip Tri Gunawan disinyalir mendapatkan dana sebesar Rp.6,1 Milyar. Sebuah nominal yang menggiurkan memang untuk seorang pejabat tinggi sekalipun. Dalam sebuah berita sempat diulas bahwa kejadian tersebut adalah sebab dari gaji yang kurang bagi pejabat. Apakah itu semua benar? Padahal dalam sebuah teori dikatakan bahwa uang hanyalah salah satu faktor yang dapat memotivasi seseorang untuk bergerak. Mungkin, di Indonesia uang adalah poin terpenting untuk bergerak.

Saya sempat bertanya dalam hati. Berapa sih gaji seorang jaksa agung tindak pidana khusus? Apakah masih kurang untuk makan sehari tiga kali. Ataukan masih kurang untuk bayar uang SPP anak di sekolah dan universitas? Hanya jaksa agung yang mungkin dapat memberikan komentarnya. Dana 6,1 Milyar kalau untuk membayar hutang negara ke lembaga donor mungkin akan sedikit membantu.

Untuk pertama kalinya-insya Allah sekali ini saja-semua jaksa diberikan sebuah pedang yang menusuk sampai ke ulu hati. Sesuatu yang sangat berat. Sebuah cobaan yang sangat luar biasa dasyat. Mencoreng nama besar jaksa agung terutama tindak pidana khusus.

Saya teringat dalam sebuah novel karya Brown. Dalam novel tersebut menceritakan sebuah ungkapan khas. Ketika kita diawasi oleh seorang pengawas, lalu siapa yang mengawasi pengawas tersebut? Nampaknya semua elemen harus di awasi seperti anak kecil agar tidak berbuat macam-macam. Agar patuh akan hukum yang dibuatnya sendiri. Agar rakyat kembali percaya ditengah ketidakpercayaan rakyat pada pemerintah.

Agaknya korupsi memang tidak pernah pandang bulu. Orang yang diberikan tugas menyelidiki pun tidak lepas dari korupsi. Korupsi memang telah mendarah daging di Indonesia. Kapankah pengawas bisa keras? Mungkin lain kali.


Atas nama bangsa yang tengah berperang mengatas namakan bangsa,
Kaki gunung Slamet,
4 Maret 2008
Didi Rasdi
.

Tidak ada komentar: